Oh ya, perkenalanku dengan Aa dimulai dari seringnya aku menggunakan internet untuk mencari tugas kuliah, sebagian waktuku kadang kusisakan untuk berchating ria. Hitung-hitung mencari sahabat penghilang rasa stress. Dan Aa ini adalah salah satu produk yang sangat mujarab, ibarat obat ia adalah puyer penghilang segala rasa sakit, yang tadinya pikiran suntuk setelah ngobrol dengan Aa semuanya menjadi fress kembali.
Aa bekerja pada sebuah perusahaan BUMN, dan pekerjaannya itu berhubungan dengan dunia internet, aku juga tidak tahu persisnya Aa mengerjakan apa namun yang pasti Aa adalah sosok laki-laki yang kuimpakan, walaupun pada kenyataannya Aa telah bertunangan dengan gadis asal daerahnya.Namun, karena letak perusahaannya amat jauh, mereka hanya bisa bertemu sekali-sekali saja.
Seperti biasanya jam 4 sore aku online, Aa telah menungguku. Beberapa hari ini aku memang jarang sekali OL, karena banyak tugas kuliah yang mesti kuselesaikan. Aa mengatakan kalau dia sangat merindukanku, betapa sepi hari-harinya tanpa aku di sisinya. Ceilee.. itulah rayuan gombal yang sangat kurindukan darinya. Entahlah dengan Aa, aku bisa menjadi sosok seorang wanita yang kompleks, kadang Aa menjadikanku seorang sahabat, adik, teman dan tidak jarang Aabersikap sebagai kekasih. Tapi kebanyakan sih Aa selalu menggodaku. Layaknya laki-laki yang normal, Aa juga kadang suka jahil mengarahkan pembicarAan ke hal-hal yang berbau seks, yang jujur saja bagiku itu amat menantang karena pada Aa, aku bisa mencari jawaban atas pertanyaanku. Dan rasa penasaranku tentang hubungan badan yang akhir-akhir ini kami diskusikan membawaku pada sebuah keinginan untuk merasakan keabsahan cerita Aa. Namun aku hanya bisa menyimpan keinginan itu, karena dalam dunia nyata aku tidak memiliki kekasih. Mungkin karena aku adalah gadis yang sangat tertutup dan tidak mau membuka diri dalam dunia laki-laki. Atau semua ini karena trauma kebencianku pada laki-laki akibat penyelewangan ayahku yang kini menghasilkan seorang bayi yang mungil ditengah keluargaku.
Tepat satu tahun perkenalan kami, aku mendapatkan sebuah undangan dari LSM, dan letak LSM itu dekat dengan kota tempat Aa tinggal. Sengaja aku tidak mengatakan padanya, aku ingin ini menjadi kado bagi pertemuan kami. Setelah sampai di hotel tempatku menginap, aku meneleponnya. Kukatakan padanya aku ingin bertemu, Aa hanya menanggapinya dengan sebuah suara tawa yang meledekku. Namun sebelum Aa menyelesaikan tawanya, aku memberi nomor telepon di hotel tempatku menginap. Tentu saja dia terkejut, kalau saja hari itu tidak ada rapat penting, dia sudah berada di sisiku goda Aa padaku, namun setelah rapatnya selesai dia segera akan ke tempat hotelku menginap.
Jam tujuh malam, aku menunggunya di lobby. Untung saja kawan-kawanku di LSM sudah selesai merapatkan seminar yang akan kami gelar esok lusa. Dengan bermodalkan photo yang dia berikan padaku, aku melihat satu persatu tamu yang memasuki hotel, namun sampai jam delapan malam, Aa tidak datang. Jangankan batang hidungnya, telepon saja tidak kuterima. Tentu saja aku kecewa, kukira Aa adalah orang yang suka menepati kata-kata, tapi toh apa kenyataannya, pelan-pelan kecurigaan muncul di benakku, mungkinkah semua ini cuma sekedar permainan orang iseng, atau photo yang diberikan Aa padaku bukanlah Aa yang sebenarnya. Ah.. pikiranku kacau.
Jam 8:30 malam aku meninggalkan hotel. Aku menitipkan pesan kepada resepsionis bahwa kalau ada yang mencariku, aku sedang berjalan-jalan di pantai. Hembusan angin malam membuatku agak mengigil, namun toh ini semua tidak sedingin hatiku saat ini. Kubirkan rambut panjangku tergerai di mainkan sang bayu, kutatap bintang pada cakrawala yang hitam di atas mega, malam ini begitu indah dan syahdu dan jilatan-jilatan air laut pada kakiku memberikan kesan yang segar.
"Maaf.. apakah anda yang bernama Valencia?" sebuah suara mengagetkan dan menjajari langkahku.
"Hmm.. iya benar?" jawabku ragu-ragu.
"Maaf anda siapa yah..?" tanyaku penuh selidik.
"Masa dengan suara Aa kamu lupa Val..?" sahutnya kalem diiringi sebuah derai tawa.
Ya ampun.. seketika itu kupeluk Aa. Air mataku meleleh. Di dekapnya kepalaku erat-erat. Air mataku masih mengalir, menitik membasahi kemeja Aa. Dilepaskannya pelukanku, jemarinya menghapus air mataku.
"Valen menangis?" tanyanya retoris.
Aku mengangguk, ya aku menangis.. tangis bahagia.
"Kenapa baru tadi sore sih kamu telepon Aa ke kantor, lagian mo ke sini nggak bilang-bilang?" protes Aa.
"Biarin.. nanti gak surprise lagi," kataku.
Dan pandangan kami bertemu. Wajah Aa yang tegas, dengan mata elang serta alis yang tajam dan sebuah bibir yang merah menantang, kelihatan berseri-seri. Beberapa saat kami saling meneliti lekuk tubuh masing-masing.
"Kamu terlihat begitu cantik Val, tidak sama seperti yang di photo yang kamu kirimkan!" Aa menggodaku perlahan. Semburat rona merah akibat rasa malu yang melandaku tak bisa kutahan. Kucubit lengan Aa mesra.
"Tapi kok kamu nggak nungguin Aa di loby sih, malah melarikan diri ke sini, takut yah ama Aa." Aa melingkarkan tangannya ke pinggangku.
"Ihh nggak lagi.. lagian Aa kenapa malam banget sih baru datang ke sini?" rajukku kesal.
"Ya lah Val, kantor Aa kan jauh dari sini, lagian Aa kan musti beres-beres dulu mau ketemu bidadari cantik kayak kamu.." Aa mulai merayu. Aku tersenyum.
"Lagian kamu kok nggak bisa ngenalin suara Aa sih tadi.. Pura-pura yah." Aa menggodaku lagi.
Kucubit laki-laki jangkung di depanku.
"Maklum lah Aa.. disini kan samar-samar jadi nggak kelihatan jelas!" rajukku manja.
"Hehe bukannya remang-remang gini malah tambah asyik!" goda Aa sekali lagi.
"Emang sih, cuma Valen takut..?"
"Loh kok takut Val, Aa nggak gigit kok?!"
"Yah Aa nggak gigit cuma Aa ngesun aja dikit."
Kami tertawa bersama-sama. Dan yang membuatku bahagia Aa bisa membuat aku bahagia malam ini dengan obrolan-obrolannya yang lucu namun tetap memiliki style yang unik.
Malam itu kami merayakan pertemuan kami di pub, aku yang belum pernah minum-minuman kelas tinggi harus menerima juga, bukan apa-apa, aku ingin jaga gengsi saja, bukannya aku tidak ingin dikatakan gadis kampungan yang cara berpikirnya kolot.
Alhasil.. aku tidak bisa pulang ke kamarku sendirian. Aa membawaku ke kamar dengan memelukkuerat. Dibaringkannya tubuhku di ranjang itu. Aa segera melepaskan sepatuku dan menyelimutiku. Walaupun setengah pusing, aku bisa merasakan kecupan bibir Aa yang basah di keningku.
"Aa disini aja yah, Valen takut?!" ucapku lirih dan kugengam tangannya.
"Iya.. Aa disini kok, Valen tiduran aja yah? pintanya lembut.
Kurasakan jari-jemari Aa meremas jemariku, lembut dan hangat. Pelan-pelan kubawa jari-jemari Aa ke bibirku dan menciumnya lembut.
"Terima kasih yah A.. untuk malam yang terindah bagi Valen?" ucapku serak.
Aa tidak menjawabnya sebagai gantinya Aa malah memberikan ciuman pada bibirku. Ciuman itu lembut sekali, basah dan begitu manis. Tentu saja aku gelapan saat pertama mendapatkan serangan mendadak itu, namun pelan-pelan kunikati ciuman Aa. Perlahan-lahan Aa menurunkan ciumannya, dari bibir Aa terus turun ke leher dan aku hanya mengerang kecil. Perasaanku jadi tidak karuan, apalagi setelah lidah Aa mendarat di putingku, kurasakan sensasi yang sangat indah dan nikmat, "Ohh Aa.. ohh.. hemm.." aku mendesah keenakan.
Kurasakan Aa berhenti menciumiku, entahlah aku tidak tahu apa yang dilakukannya karena mataku sagat berat untuk kubuka, namun sejurus kemudian Aa telah mengulangi ciumannya, kali ini Aa melepas bajuku hingga tidak ada sehelai benangpun menempel di tubuhku. Tentu saja aku gelapan apalagi lidah Aa sudah berada di dalam daerah vitalku. Dengan lidahnya dia memilin-milin klitorisku dan menyedot cairan mani yang keluar dari vaginaku hingga kering, aku hanya bisa meremas bantal di sampingku untuk mereda sensasi yang ditimbulkan pada setiap gerakan lidah Aa, apalagi lidah Aa sangatlah panjang dan lembut serta basah. Setiap gerakannya merupakan sensasi yang dahsyat. Aku hanya bisa mengerang sementara Aa sibuk memberi pelayanan bagiku.
"Aa sekarang A.. Valen udah nggak tahan lagi?!" pintaku parau pada Aa.
"Boleh.." katanya disetai dengan desakan sebuah benda yang cukup keras pada liang kewanitaanku. Walapun aku sudah melebarkan kakiku lebar-lebar namun Aa tak bisa menembus liang kewanitaanku dengan barangnya. Namun dengan sebuah hentakan yang keras, disertai rasa perih yang hebat, Aa berhasil menebus dinding selaput daraku.
"Ooohh.. sakit A.." jeritku keras. Rasanya beribu-ribu silet menyayat dinding vaginaku. Aa terdiam sebentar. Dihentikannya gerakan memasukkan barangnya ke dalam liang vaginaku. Dialihkannya gerakannya pada bibirku, pelan-pelan bibirku dikulum dengan lidahnya dia beraksi menguragi rasa sakitku. Setelah ciuman kami berlangsung cukup lama, Aa kembali menggoyangkan pantatnya dan melakukan gerakan maju mundur, walaupun sakit namun kurasakan sensasi yanglain, ada perasaan geli, nikmat dan perih bercampur jadi satu pada gerakan Aa.
Beberapa menit kemudian Aa mempercepat gerakannya, dan kami sama-sama mencapai puncak kenikmatan ketika Aa dengan erat memelukku. Kurasakan badan Aa bergetar di dalam pelukaku, nafasnya memburu cepat, dan sebuah sunggingan senyum puas terlihat di sudut bibir merah Aa. Ternyata keindahan yang kurasakan tidaklah dapat diukir dengan kata-kata.
Setelah kejadian itu, Aku pulang ke kotaku dan pada bulan berikutnya Aa melamarku. Namun aku tidak menginginkan keterikatan dengannya. Aa bukanlah pangeran impianku, pada dirinya aku hanya bisa menemukan nafsuku, bukan cinta yang selama ini yang kucari, walapun begitu aku berterima kasih padanya karena telah mengenalkanku pada sebuah dunia yang indah dan penuh dengan rangkaian kenikmatan.
TAMAT