Jumat, 19 Februari 2016

Aaaahhkk…Ross…Ouuuchh…” “Emmmhh..kk

Siang itu rasanya gerah sekali, aku menghapus peluh yang menetes hampir seperti hujan (itu sih namanya deres! ) dengan sapu tangan coklat yg selalu kutaruh di saku celana sebelah kanan, setengah celingak-celinguk di depan papan pengumuman jadwal ujian, aku beranjak gontai melangkahkan kaki ke kantin fakultas ekonomi di belakang kampus.Beberapa anak angkatan di bawahku tersenyum menyapa ke arahku sambil menundukkan kepala, aku kurang seberapa mengenal mereka, tapi kubalas senyuman itu dengan ramah sambil tetap menunjukkan kerepotanku membawa buku-buku akuntansi yang super berat itu. Singkat cerita, setelah menenggak sebotol kecil sprite dingin dan membayarnya, aku kembali ke gedung X, menanti kuliah siang yang terasa lama, karena waktu itu masih jam sebelas lebih, dan kampus sepi karena hari jum’at. Akupun memilih duduk di bangku semen di bawah rindangnya pohon-pohon hijau taman gedung X. Sekitar sepuluh atau lima belas menit melamun, sesosok gadis yang kukenal melangkah tergesa-gesa sambil membetulkan kacamata, dan tampak sama kerepotannya dengan aku, membawa setumpuk buku yang tampak tak seimbang dengan ukuran tangannya yang mungil. Gadis berkulit putih bersih itu tampak mengenaliku, lalu setengah berlari menghampiriku sambil mengurai seulas senyum manis, “Haaiii” serunya. “Hai juga”, sahutku…Dia langsung mengibaskan tangannya ke bangku semen tempatku duduk, takut ada debu yang akan mengotori celana jeans putih ketatnya, seketat jeans itu membelit pantat indahnya yang terbungkus CD berenda, yang nampak samar tercetak padat pada lekukan antara paha, selangkangan, dan batas paha belakangnya, aku sedikit menelan ludah… Dia menunduk, tak sengaja memperlihatkan bh krem berendanya yang tampak menggantung ragu, menampakkan belahan dan sedikit puting kemerahan dari dadanya yang ber-cup B, lalu segera mengambil posisi duduk menyilangkan kaki di sampingku dan memulai obrolan dengan segala keluh kesah kerepotannya di rumah mengerjakan tugas akuntansi manajemen, sampai ribetnya mengurusi manajemen pabrik pakaian milik ayahnya yang sedikit mengalami mis-manajemen BigGrin.gif Aku menanggapinya dengan senyum dan komentar-komentar singkat yang membangun, sampai tanpa sadar tangannya mendarat di tengah pahaku, tak sengaja menyenggol kemaluanku yang entah kenapa menegang sejak dia duduk beberapa menit yang lalu, spontan dia nyeletuk bingung (atau berlagak bingung?) : “Eh, lho, kamu kok ‘bangun’?” “Sejak kapan, hayooo…mikirin apa? mPasti yang jorok-jorok ya?”, dan komentar itu semakin panjang seiring makin merahnya mukaku, aku hanya bisa menunduk malu. Tanpa bisa kutebak dia memberikan sebuah kejutan yang sangat-sangat membuat aku surprise setengah mati jantungan “Emmm, mau ‘dibantuin’ ngga?” :: Penjelasan :: Gadis itu Rossa, pacarku selama 1 tahun ini, dan kita udah biasa “ehm-ehm”, gitu lho pembaca :: Wow, pikirku, hemmm, aku setengah bingung juga, bagaimana kita bisa ‘gituan’ di kampus? Setengah sadar bibirku mengucap, “Wah, Ros…dimana?”, “Kita ke lantai 3 aja yuk, kan masih sepi?”, setengah ragu namun dikalahkan oleh nafsu, aku menurut saja dengan sarannya. Biar nggak bikin curiga OB nya kampus yang bagian nge-pel, Rossa pun beranjak duluan ke lantai 3 dan langsung menuju kamar mandi, lalu menguncinya dari dalam, selang 5 menit, aku menyusul naik ke lantai 3 dan setelah memastikan sama sekali tidak ada orang, aku menuju kamar mandi yang letaknya di pojok dan relatif terhalang pembatas ruangan, aku mengetuk pintu kamar mandi yang tertutup… Cklik, terdengar slot dibuka, lalu aku mendorong pelan pintu itu sedikit, menyelinap, lalu cepat-cepat menutupnya seraya menghela nafas panjang karena deg-deg’an sekaligus capek merasakan terjalnya tangga gedung X . Rossa tersenyum sambil langsung menarik pinggangku mendekat, sehingga bibirku yang setengah terbuka langsung dilumat nya. Buku-buku ku hampir jatuh, segera kutaruh di tepi bak kamar mandi dengan setengah terburu-buru, dan langsung tanganku ter-alih membuka kancing kemeja Rossa, dan menyelipkan tanagnku ke sela-sela bra-putih nya. Bunyi kecipak ciuman seolah bergema, menyadarkan kami yg larut dalam ciuman untuk mengurangi volume suara yang akan membuat orang ‘penasaran’ saat mendengarnya itu. Aku yang sangat tak sabar mencumbu Rossa dengan ganas, leher dan telinganya tak luput dari sasaran jilatan lidahku, yang membuatnya mendesah manja. Dilepasnya kacamatanya dan ditaruh di dalam tasnya yang tergantung di pintu, lalu tangannya beraksi dengan lihai melepas kancing celana, memelorotkan celana panjang kainku, dan menyelipkan tangannya untuk meraih, menarik, dan meng-urut batang kemaluanku yang menegang dan puncaknya berubah kemerahan karena terangsang. Aku juga melakukan hal yang sama dengan menarik celana panjang jeans ketat nya sebatas paha, berikut celana dalam putih berendanya yang sexy, lalu meraba kemaluannya dengan gemas, karena bulu-bulunya tampak selesai dicukur, sehingga belahan pinknya sangat menggoda. Jari telunjuk dan manis tangan kananku mengarah ke bibir kemaluannya dan menariknya ke samping kiri dan kanan, sementara jari tengahku memainkan klitorisnya yang mungil dan mulai menegang. “OOuucchh…” Rintih Rossa di telingaku sambil matanya berkerjap-kerjap merasakan nikmat yang menjalari tubuhnya. “Ssshhh…Ahhh”, balasku merasakan nikmatnya kocokan tanagn Rossa yang dibasahi sedikit air. Sambil terus meremas dada mungilnya yang mulus, adegan slaing meraba itu berlangsung selama beberapa menit. “Damien…”,bisiknya sambil mendorong tubuhku perlahan menjauh, aku mengerti apa yang dimauinya. Aku membantunya melepas celana jeans dan celana dalamnya, menggantungnya di dekat tas. Rossa lalu duduk di tepian bak kamar mandi, satu kakinya diangkat ke atas kloset duduk, tangannya ke belakang menyangga tubuhnya, dan setengah meliuk menggoda dengan tatapan penuh birahinya, dia menyorongkan vaginanya ke depan, sambil tangannya meraih dadanya sediri, memilin putingnya, dan meremas payudaranya dengan gerakan memutar ke atas. Aku langsung melepas celanaku, menaruhnya, lalu segera berjongkok di depan selangkangan Rossa, lalu menjilati belahan vaginanya yang terbuka lebar, menjejalkan hidungku, menghirup aroma wangi khas vaginanya yang selalu harum karena dia rajin membasuhnya dengan ramuan jawa dan meminum jamu-jamu yang selalu membuat kondisi vaginanya “fresh”. “Sshhh…Ahhh…” desahnya sambil meremas rambutku. K uselipkan dua jemariku, kuputar dan kutusukkan perlahan dalam-dalam, lalu kutarik dengan cepat, untuk kembali kuhunjamkan ke dalam sambil menjilati ujung klitorisnya…Rossa semakin menggelinjang ke-enak-an, bibirnya digigit, dan mulai meracau. Didorongnya pundakku tiba-tiba, dan keluar kata singkat dari bibirnya yang berpulas lipstik pink tipis menggoda : “Duduk di kloset gih…”, senyumnya tersimpul…Aku segera bangkit, menutup kloset, dan duduk di atasnya, mengangkangkan kaki, sehingga batang kemaluanku mendongak seolah menantang, dengan testis terkerut karena terangsang. Rossa tak berlama-lama, langsung berlutut bertumpu pada kedua telapak atas kakiku yang masih bersepatu, memandangku sebentar dengan gemas. Kuelus rambut sebahunya, kuremas gemas, lalu kudorong perlahan ke arahku. Seolah menngerti, dikerjapkannya dengan jenaka kedua bola matanya, bibirnya menyungkup menyambut kepala penisku yang sudah demikian merona merah…cup…dikecupnya, lalu dijulurkannya lidahnya tepat pada lubang bagian atas, ditariknya garis ke bawah lewat jalur pada kepala penis, batang bawah, terus ke bawah, dan di lahapnya sebelah bola testisku, dikulum, dipijat digigit kecil, dan diputarnya kembali lidahnya ke atas, membuatku menggelinjang tertahan. Sungguh sensasi yang sangat luar biasa… Aksi nekat kami masih berlangsung sampai saat terdengar suara langkah mendekat yang membuat desah nafas kami sama-sama tertahan sesaat… “Sssttt…”, instruksiku singkat agar Rossa menghentikan aktifitasnya.Kami sama-sama diam sampai akhirnya suara langkah yang sempat mendekat itu beranjak terdengar menjauh. Kami saling memandang dengan sedikit rasa tegang dan deg-deg’an yang masih tersisa dalam hati…Tapi kemudian berubah menjadi senyum merona pada wajah kami masing-masing Batang kemaluanku yang sempat melemas kembali digenggam oleh Rossa, sambil kembali dia dengan gemas mengecup dan mengulum penisku, dengan sesekali membuat gerakan “deep throat” yang membuat nafasku tertahan,seolah akan mencapai klimaks saja. “Damien…eemmmhhh…masukin sekarang aja ya?” Pintanya manja. Akupun segera berdiri dan membimbing kedua lengannya untuk bangkit. Aku berdiri membelakanginya, sementara dia membalikkan diri untuk berpegang pada tepian bak kamar mandi, mengambil posisi menungging sambil berdiri. Aku segera mengelus pantatnya yang mulus & menggairahkan itu, mencari sela-sela di antara rambut kemaluannya yang tipis, daging bertumpuk kemerahan itu tampak menggoda dengan sedikit lelehan bening yang mengalir basah. Aku mengarahkan batang penisku ke belahan merekah itu dengan tangan kiri, sementara tangan kananku terlingkar lewat paha kanan Rossa, membuat huruf V terbalik dari arah depan, membuka bibir kemaluannya agar mempermudah penetrasi. Kugesekkan kepala penisku perlahan untuk merasakan sensasi hangatnya cairan miliknya, dan setelah licin, aku mulai mendorong kepala penisku ke dalam mulut vaginanya yang mulai melebar, terus semakin dalam, setelah masuk sepertiganya aku berhenti. Kedua belah tanganku meraih payudaranya dari belakang, merabanya, memberi pijatan kecil pada putingnya yang menegang, meremasnya, sementara Rossa membalikkan lehernya ke arah mukaku. Aku menggapai bibirnya yang terbuka, mengulumnya,memainkan lidahku di dalam mulutnya yang mengeluarkan rintihan-rintihan pelan, sambil menggerakkan pantatku dengan gerakan mendorong ke depan, membuat penisku semakin tertanam dalam hangatnya dua belah daging lembut lembap yang seolah merangkul dan menghisapnya dalam sebuah lobang hitam. “Emmmhhkkk…Ahk…” Suara Rossa tertahan sesaat aku menancapkan penisku dengan gerakan tusukan mendalam, bibirnya masih menempel dan mendesah, mengeluarkan aroma nafas hangatnya yang mulai memburu. Rossa menggoyangkan pantatnya dengan gerakan memutar, sementara aku memaju-mundurkan penisku dengan sedikit memiringkan pantatku, menciptakan sensasi luar biasa bagi kami berdua… ”Aaahhh…Eehhk…Ouch…Damien…”, seru nya perlahan sambil terus menggoyangkan pantatnya. Peluh menetes di lehernya yang kujilati, dan cairan dari kemaluannya membuat sensasi suara bergesekan yang terdengar merdu di telinga… “Cpak…cpak…Slllrrppp…”, membuatku semakin bersemangat meremas payudara Rossa yang saat ini demikian keras. “Masukin yang dalem dooo…ngg…”, pintanya. Aku menurutinya dengan memperlahan gerakanku dengan tetap mempertahankan ritme, irama, dan tusukan yang semakin intensif, agresif dan dalam. Ingin aku memandang wajah Rossa lebih leluasa saat bercinta, aku mencabut kemaluanku, membalikkan badan Rossa dengan segera, mendudukkannya di tepian bak kamar mandi, membimbing kedua kakinya melingkari pantatku, dan kembali aku menusukkan penisku. Aku memluk punggungnya, menahan tubuhnya agar tak terjatuh ke belakang, sambil terus menggoyangkan pantatku, menggauli Rossa yang terengah-engah sambil memejamkan matanya sambil menciumi bibir dan mulutku dengan penuh gairah. ”Damien…cepetin donk, please, aku mau nyampai nih…”, serunya di antara desahan nafas yang memburu dan lenguhannya yang menggairahkan. Aku menciumi bibirnya sambil mempercepat gerakanku, menahan agar teriakan orgasmenya tak terdengar dari luar kamar mandi. “Damien, sekarang ya…sekarang…!”, aku memberi beberapa tusukan mendalam sambil menggoyang pantatku memutar, “Sleppp…sleppp…”, dan disambut gelora dahsyat hentakan tubuh Rossa yang terhempas pada dada dan perutku. “Aaahhkk…Damien…Ooucchhhkgg..Ermmmhhh”, tangannya menggapai testisku dan meremasnya, membuat gerakan ku semakin mendalam di dalam hangatnya vagina Rossa yang mengeluarkan lelehan lendir bening keputihan yang membasahi seluruh batang penis dan testisku. Rossa melemas, namun masih memeluk dan menciumiku… ”Ah, curang, kamu belum nyampai ya?” tanyanya. “Iya nih”, sahutku sambil tersenyum…”Kamu memang perkasa ya”, pujinya. “Ah, bisa aja kamu”, aku lalu mencabut penisku, dan tampak lelehan dari vaginanya menetes ke lantai kamar mandi, dan sebagian mengalir di paha mulusnya. “Ayo sini aku keluarin kamu”, katanya singkat, dan aku dibimbingnya duduk di kloset, dia membelakangiku, duduk di atas pangkuanku dengan mengangkangkan kakinya lebar-lebar, sambil tangan kirinya membimbing penisku kembali membelah vaginanya yang basah… “Aaahhhsss…”…”Enak banget Ross”, seruku di telinganya saat dia mulai menaik-turunkan pantatnya, memompa sumur spermaku untuk segera muncrat ke atas, ke dalam vagina hangatnya…Rossa mengerang bergairah saat kubantu menghempaskan pantatnya dalam-dalam, sehingga aku bisa merasakan bahwa seluruh kedalaman vaginanya telah kujelajahi, tekstur vaginanya yang rapat terasa mentok pada satu permukaan yang kuyakini sebagai mulut rahim, terasa licin, padat, keras, menghantam permukaan kepala penisku berkali-kali. “Ahhh, Ross, sini balik badan”, instruksiku, yang langsung disambut gerakan cepat Rossa mencabut penisku, memutar badannya menghadapku, untuk kemudian kembali menaiki “pelana” pangkuanku. Tanpa dibantu kedua tangannya, Dia menduduki penisku dengan cepat, sehingga langsung melesak ke dalam vaginanya dengan cepat dan penuh sensasi. Aku menaik turunkan pantat kenyalnya berkali- kali sampai pada satu titik, aku merasa akan orgasme. Kukulum puting dadanya yang menegang merah, kuhisap, dan seiring aku mencapai klimaksku, kucium bibirnya dengan ganas, sambil mengerang dalam belitan lidah Rossa yang terampil. “Aaaahhkk…Ross…Ouuuchh…” “Emmmhh..kk…”, pahaku menegang sesaat, pantatku terhunjam dalam, batang kemaluanku hilang tertelan vaginanya yang merekah merah, spermaku muncrat deras ke dalam vaginanya yang disambut lenguhan panjang Rossa yang ternyata meraih orgasmenya untuk kali yang kedua… ”Ahhhh”, “Damien…”, Tubuhnya memompa beberapa kali sampai penisku melemah… Lelehan spermaku dan cairan vaginanya meluber keluar membasahi paha, selangkangan, dan kemaluan kami…Rossa menciumiku dengan lembut…”Kamu hebat banget sih, sayang”, senyumnya…Aku hanya menjawab pujiannya dengan senyuman… Setelah membasuh diri bergantian, saat akan keluar dari pintu, tiba-tiba penisku menegang kembali entah apa sebabnya. “Ross…aku masih…”, Rossa langsung menjamah batang penisku dari luar celana yang telah kukenakan. Tanpa berkata lebih lanjut, secara cepat dia membuka resleting dan mengeluarkan batang penisku, “Dasar, kok nggak dari tadi sih”, serunya gemas. Aku hanya nyengir. Selanjutnya Ia langsung berjongkok dan melakukan blow job, ”Kamu ngga’capek?”, tanyaku, dia hanya menggelengkan kepala, sambil terus menghisap batang kemaluanku dari pangkal ke ujung dengan rapat dan cepat, tangannya meremas testisku dengan lembut, dan tangan satunya mengocok batang penis sampai lehernya dengan cepat… ”Ahhh, ROss, aku keluar sekarang…” “Crrrttt…crrrttt…”Mulut Rossa terasa semakin liat dan hangat dengan tumpahan spermaku dalam mulutnya, dibalurkannya ke seluruh batang kemaluanku untuk kemudian dihisapnya dengan keras sampai lepas, ditelannya cairan semen itu mentah-mentah… Aku selalu terpesona dengan aksinya menelan cairan kelelakian tanpa ada rasa canggung itu. Selesai mengelap mulutnya, dia mencium bibirku, membuatku merasakan sendiri rasa sisa cairan semenku, memberi sensasi ciuman luar biasa… Dan kamipun berciuman hangat di kedua pipi dan kening, sebelum perlahan setengah mengendap-endap, ROssa terlebih dahulu keluar dari kamar mandi menuju ruang kuliah, dan setelah aku kembali membasuh diri, aku segera menyusulnya ke ruang kelas dan duduk di sebelahnya. Beberapa anak yang telah datang di kelas melihat ke arah kami dan menguraikan senyum sapaan seperti biasa kepada kami berdua, maklum, di kampus kami sudah terkenal berpacaran… Di sela-sela mata kuliah yang diajarkan siang itu, Rossa membisikkan sebuah kata di telingaku : “Damien…I love you…” membuatku tersenyum dan semangat, walau jujur, siang itu panas sekali smile.
Related Post