Tak lama kemudian Mas Barus dan Pak Hermawan, demikian aku diperkenalkan oleh Mas Pur, hadir ke kamar. Bersama mereka kami menikmati jamuan makan malam yang sangat lengkap dan mewah ini. Mas Pur bilang teman-temannya ini adalah orang-orang yang telah berjasa bagi perusahaannya. Merupakan kewajiban bagi Mas Pur untuk memberikan kesenangan bagi mereka berdua. Dia juga minta agar aku ikut membantunya. Aku tak begitu paham apa yang dia maksud. Namun secara sopan santun aku mengangguk saja dengan apa yang Mas Pur bicarakan itu.
Mas Barus orangnya sangat supel dan penuh humor. Mukanya nampak jantan dengan kumis dan jambangnya yang tipis. Kalau melihat garis wajahnya kelihatannya dia masih punya darah orang Arabnya. Tubuhnya sangat terawat. Dia bilang senang main tenis. Nampak biseps-nya begitu menonjol dari lengannya. Ketampanan Mas Barus tak kalah dari Mas Pur. Kalau tersenyum nampak pipinya ada cekung yang membuatnya nampak 'handsome' banget-banget. Aku membayangkan seandainya dia telanjang. Adakah kemaluannya juga segede punya Mas Pur? Acchh.. Kenapa otakku jadi liar begini..
Pak Hermawan nampaknya menjadi senior di ruangan makan ini. Nampak kalem, tenang namun sangat berwibawa. Saat dia bicara semua orang dengan cermat mendengarinya. Dan yang menarik adalah berkali-kali dia mencuri pandang padaku. Pada dadaku, pada rambutku, pada bibirku. Macam anjing hyena pemakan sisa, nampaknya Pak Hermawan ingin melahap aku pula.
Tiba-tiba telepon genggam Mas Barus berdering. Sejenak dia bicara dan kemudian telepon diserahkan Mas Pur. Nampak pembicaraan cukup serius. Pada akhir telepon dia memandang aku.
"Jeng Tati, saya dan Mas Barus mesti turun ke lobby. Ada tamu dari Surabaya yang memang telah janji sebelumnya. Tak lama. Paling sekitar 1 jam. Tolong temenin Pak Hermawan. Kalau mau pesan minuman panggil saja room service. Maaf Pak Hermawan, saya tinggal dulu. Bapak santai saja. Kalau lelah bapak bisa istirahat di kamar saya"
Maka Mas Pur dan Mas Baruspun meninggalkan aku bersama Pak Hermawan di kamarnya.
Aku merasa aneh. Namun aku ingat pesan Mas Pur tadi agar aku membantu dia ikut menyenangkan para tamunya. Bagaimana kalau Pak Hermawan minta aku untuk melayani kelelakiannya? Bukankah dia juga lelaki yang normal? Apakah memang itu yang dimaksud Mas Pur? Ahh.. Aku percayakan saja padanya. Pasti dia telah perhitungkan semua ini. Bagiku yang penting malam ini harus pulang dengan beberapa juta rupiah Sesuai omongan sopir taksi itu.
Ternyata benar dugaanku. Bak macan lapar, begitu Mas Purnawan meninggalkan ruangan Pak Hermawan langsung menerkam aku dan menyeret aku ke sofa yang ada di ruangan itu. Ditariknya aku untuk jatuh kepangkuannya. Tangan kirinya menyingkap gaunku untuk mengoboki kemaluanku, sementara bibirnya langsung nyosor melumat gigit payudaraku. Aku hampir terjatuh kehilangan keseimbangan. Namun apa yang dilakukan Pak Hermawan justru membuat hasrat seksualku langsung berkobar. Jari-jari tangannya yang bermain di bibir kemaluanku memberiku kenikmatan yang tak terhingga.
Aku merasakan betapa keranjingan Pak Hermawan pada tubuhku. Dia begitu kasar dan rakus untuk melumat-lumat bagian-bagian sensualku. Merupakan kenikmatan untuk menyerahkan tubuhku padanya. Bagai rusa kecil yang telah gemetar luluh menghadapi kerakusan pemangsanya, aku tak kuasa untuk menghindar. Yang aku upayakan kemudian adalah menyongsongnya sebagai korban yang tak terhindari. Demikianlah posisiku kini. Dan aku menyerah untuk menikmati sebagai korban keganasan Pak Hermawan. Aku melakukan penyesuaian dengan naluri seksualku sendiri.
"Kamu pelacur, khan? Hehh.. Kamu placur khan?? Tadi sudah berapa kali kamu dientot si Purnawan? Aku hanya dikasih sisanya yahh??"
Sungguh bagai disambar petir aku mendengar ocehan Pak Hermawan ini. Sangat menghina padaku dan merendahkan martabatku. Aku yakin itu disebabkan berkobarnya nafsu birahinya padaku. Kemudian dia hela tubuhku, dia renggut kepalaku ditariknya agar menunduk ke arah selangkangannya.
"Ayoo, sekarang kamu isep kontolku," sambil menyentak rambutku hingga kulit kepalaku seakan mau copot, terasa pedih.
"Ayyoo... kamu lepasi celanaku. Ayoo, isep kontolku," tarikannya makin mengeras dan aku semakin merasa tertekan dan khawatir kalau Pak Hermawan berlaku lebih kasar lagi.
Aku langsung kalah. Dengan sebelumnya aku harus melepasi sepatu dan kaos kakinya kini tanganku mulai melepasi ikat pinggang, kancing celana panjangnya dan menariknya hingga lepas ke lantai. Dan Pak Hermawan melepasi sendiri celana pendeknya hingga tinggal CD-nya yang Calvin Klein putih bersih itu. Nampak kontolnya membayang diagonal, menggunung dengan stir kanan. Melihat gundukkan di selangkangannya aku yakin kontol Pak Hermawan termasuk skala 'monster'juga.
"Cepat, pelacurku. Sini kamu jilati dulu kakiku. Ayoocchh..."
Kembali kekasarannya ditunjukkan padaku. Nafsu birahinya yang sangat besar membuatnya menjadi serba kasar dan tak sabar. Tahu-tahu telapak kakinya yang bau sepatu sudah melekat ke wajahku.
Dan.. Entah kenapa.. Aku justru sangat terangsang mendengar hinaan dan caciannya. Perlakuan kasarnya padaku hingga merendahkan martabatku ini malahan membuat aku tersihir dalam khayal syahwat seorang budak atau pelacur sesuai umpatannya. Kini dengan gelegak dan kobar birahi aku meraih kakinya. Aku mulai menjilat.
Kuciumi telapak kakinya dan kukulum jari-jarinya. Rasanya ingin muntah saat aroma sepatunya langsung menyengat hidungku. Namun gejolak dan khayal budak syahwatku akhirnya lebih menundukkanku.
"Oouuchh.. Enaknya Tatii.. Enak.. Terus jilati telapak kakikuu.. Enak Tattii.. Kamu memang cabokuu.. Pelacurkuu..." Pak Hermawan terus meracau dan melontarkan hinaan yang kini sepenuhnya kunikmati. Sesudah puas dengan telapak dan jari-jari kakinya ciuman dan jilatanku bergeser.
Dengan penuh birahi lidahku melata ke betisnya yang penuh bulu, kemudian naik lagi ke lututnya. Bulu-bulu kakinya terasa lembut menari di lidahku. Aku mendengar desah histeris dari mulut Pak Hermawan. Desah-desahnya itu membuat aku semakin terbakar birahi. Lidahku langsung merangsek ke pahanya kanan dan kiri. Pak Hermawan tak mampu menahan kegelian syahwatnya. Dia mengguling-gulingkan tubuhnya, namun tanganku sudah memeluk erat untuk menggigiti dan menyedoti pori-pori pahanya.
Tak kupungkiri bahwa akhirnya seperti kuda binal kini justru akulah yang memimpin pergumulan syahwat ini. Pak Hermawan hanya pasrah menerima nikmat sambil sesekali tangannya menahan kepalaku karena kegeliannya dan dilain kali meremasi tepian sofa sambil mengerang dan mendesis-desis.
Dan saat rambahan lidahku melatai selangkangannya tak tertahankan lagi Pak Hermawan menjerit keras dengan cacian kasarnya...
"Aarcchh.. Dasar lonte... pelacur jalanan.. Anjing betina.. Jilat teruss.. Yaa.. Anjingkuu.. Lonteku..." sungguh kata-kata kasar yang semakin menyemangati gairah birahiku.
Lidahku menjilati tepian Calvin Klein-nya. Aroma selangkangan lelaki jantan menusuk hidungku. Dengan penuh keheranan pada diri sendiri aku mulai menggigit tepian CD-nya itu dan menarik untuk melepaskan dari tempatnya. Aku ingin menelanjangi Pak Hermawan dengan bibir dan gigiku. Tak perlu lepas seluruhnya.
Begitu aku menyaksikan kontolnya nge-per karena lepas dari ikatan CD-nya aku terpana. Ternyata kontol Pak Hermawan luar biasa gede dan panjangnya. Mungkin macam inilah yang disebut 'monster cock'. Batang itu keras kenyal dengan gagahnya tegak miring mengarah ke pusernya. Urat-uratnya nampak melingkar-lingkar menahan desakan darah nadinya di seputar batangan itu.
Kepalanya yang menampakkan belahan merekah menuju lubang kencingnya sangat mengkilat karena desakan darah nafsunya yang menyesaki batang kontol itu. Barangkali kalau diukur akan menemukan 20 cm panjang dengan garis tengah untuk genggaman sekitar 6 cm. Aku jadi ingat kemaluan Mas Pardi yang mungkin hanya seperempatnya.
Kini akan kuupayakan agar kontolnya benar-benar kehausan untuk dipuaskan. Aku ingin membuat Pak Hermawan lebih liar. Dengan sepenuh pesona aku menghampirkan lidah dan hidungku ke kemaluannya. Kutempelkan untuk menghirupi baunya. Dan lidahku menjilati asin keringat batangan itu. Kugelitik dengan lidah urat-urat yang melingkar-lingkar itu. Kucucup tepian 'topi baja'-nya. Kujilati lubang kencingnya. Pak Hermawan menggelinjang hebat dengan desis tertahan. Nafasnya memburu, racauannya semakin terbata-bata..'
"Aachh.. Enakk banget Tatii.. Kamu inter banget Tattii.. Kamu bener-bener lonte yaa??"
Tangannya langsung menjambak keras rambutku. Dia tekan wajahku agar aku cepat mengulum kontolnya itu. Hasrat libidoku langsung melonjak saat bibirku menyentuh tepian kepala kontol itu. Hidungku yang meyergap aromanya langsung merangsang birahiku. Aku ingin dia melolong puas oleh layanan syahwatku.
Saat akhirnya dia jejalkan kontolnya itu ke mulutku akupun pasrah dengan menerima dan melahapnya sebagaimana harapan Pak Hermawan. Aku mencoba mencari kenikmatannya. Aku berpikir apabila orang lain bisa melakukannya, kenapa aku mesti menolaknya. Aku percaya pasti kutemukan kenikmatan besar dari sedotan dan kulumanku pada kontol ini. Dan itu kudapatkan.
Bersambung ke bagian 6